INSEMINASI BUATAN


Inseminasi buatan adalah proses bantuan reproduksi di mana sperma disuntikkan dengan kateter ke dalam vagina (intracervical insemination) atau rahim (intrauterine insemination) pada saat calon ibu mengalami ovulasi. Proses inseminasi buatan berlangsung singkat dan terasa seperti pemeriksaan papsmear. Dalam dua minggu, keberadaan janin sudah bisa dicek dengan tes kehamilan. Bila gagal, prosesnya bisa diulang beberapa kali sampai berhasil. (Umumnya bila setelah 3-6 siklus tidak juga berhasil, dokter akan merekomendasikan metode bantuan reproduksi lainnya)


Untuk meningkatkan peluang keberhasilan–seperti halnya pada proses bayi tabung–calon ibu yang akan menjalani inseminasi buatan dirangsang kesuburannya dengan hormon dan obat-obatan lainnya. Pemberian rangsangan ini dimulai pada awal siklus menstruasi agar pada saat ovulasi indung telur menghasilkan beberapa telur yang matang (dalam keadaan normal, hanya satu telur yang dilepaskan per ovulasi). Sperma yang diinjeksi melalui kateter juga diproses terlebih dahulu agar terseleksi dan terkonsentrasi, sehingga kualitasnya baik dan jumlahnya cukup.


Inseminasi buatan bisa membantu kehamilan bila :
   *         Istri memiliki alergi sperma
   *         Suami memiliki jumlah sperma sedikit atau kurang gesit
   *        Sebab-sebab lain yang tidak dapat diketahui

ALASAN DILAKUKAN INSEMINASI BUATAN
Hadirnya seorang anak merupakan tanda dari cinta kasih pasangan suami istri, tetapi tidak semua pasangan dapat melakukan proses reproduksi secara normal. Sebagian kecil diantaranya memiliki berbagai kendala yang tidak memungkinkan mereka untuk memiliki keturunan.
Inseminasi buatan pertama kali dilakukan pada manusia pada tahun 1700 di Inggris dengan menggunakan sperma dari suami. Inseminasi buatan tersebut dilakukan secara intravagina. Selanjutnya Sophia Kleegman dari Amerika Serikat adalah salah satu perintis inseminasi buatan dengan sperma suami ataupun sperma donor untuk kasus infertilitas. Pada wanita kasus infertilitas tersebut dapat berupa hipofungsi ovarium, gangguan pada saluran reproduksi dan rendahnya kadar progesterone. Sedangkan pada pria dapat berupa abnormalitas spermatozoa kriptorkhid, azoospermia dan rendahnya kadar testosteron.
Selain untuk memperoleh keturunan, faktor kesehatan juga merupakan fokus utama penerapan teknologi reproduksi. Sebagai contoh adalah kasus di Colorado Amerika Serikat dimana pasangan Jack dan Lisa melakukan program inseminasi buatan, bukan semata-mata untuk mendapatkan keturunan tetapi karena memerlukan donor bagi putrinya Molly yang berusia 6 tahun yang menderita penyakit fanconi anemia, yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang belakang sebagai penghasil darah. Jika dibiarkan penyakit tersbut akan menyebabkan penyakit leukemia. Satu-satunya teknik pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pencangkokan sumsum tulang dari saudara sekandung. Yang dimaksud inseminasi disini diterapkan untuk mendapatkan anak yang bebas dari penyakit fanconi anemia agar dapat diambil darahnya sehingga diharapkan akan dapat merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk memproduksi darah.

TEKNIK INSEMINASI
1. Teknik IUI (Intrauterine Insemination)

Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher rahim hingga ke lubang uterine (rahim).












2. Teknik DIPI (Direct  Intraperitoneal  Insemination)
Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke  peritoneal (rongga peritoneum).
  






Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti selang dan mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai tempat untuk memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain  dimasukkan ke dalam saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI dimasukkan ke dalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan kurang lebih sebanyak 0,5–2 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang yang mendapatkan perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama 10–15 menit.   

SUMBER SPERMA
Ada 2 jenis sumber sperma yaitu:
1. Dari sperma suami
Inseminasi yang menggunakan air mani suami hanya boleh dilakukan jika jumlah spermanya rendah atau suami mengidap suatu penyakit. Tingkat keberhasilan inseminasi ini hanya berkisar 10-20 %. Sebab-sebab utama kegagalannya adalah jumlah sperma suami kurang banyak atau bentuk dan pergerakannya tidak normal.
2. Sperma penderma
Inseminasi ini dilakukan jika suami tidak bisa memproduksi sperma atau azoospermia atau pihak suami mengidap penyakit kongenital yang dapat diwariskan kepada keturunannya. Penderma sperma harus melakukan tes kesehatan  terlebih dahulu seperti tipe darah, golongan darah, latar belakang status physikologi, tes IQ, penyakit keturunan, dan bebas dari infeksi penyakit menular. Tingkat keberhasilan Inseminasi AID adalah 60-70 %.

ANALISIS KUALITAS SPERMA
Pemeriksaan Laboratorium Analisis Sperma dilakukan untuk mengetahui kualitas sperma, sehingga bisa diperoleh kualitas sperma yang benar-benar baik. Penetapan kualitas ekstern di dasarkan pada hasil evaluasi sampel yang sama yang dievaluasi di beberapa laboratorium, dengan tahapan-tahapan: Pengambilan sampel, Penilaian Makroskopik, Penialain Mikroskopis, Uji Biokimia, Uji Imunologi, Uji mikrobiologi, Otomatisasi, Prosedur ART, Simpan Beku Sperma.

KELEMAHAN INSEMINASI BUATAN
1.  Dalam pembuahan normal, antara 50.000-100.000 sel sperma, berlomba membuahi 1 sel telur. Dalam pembuahan normal, berlaku teori seleksi alamiah dari Charles Darwin, dimana sel yang paling kuat dan sehat  adalah yang menang. Sementara dalam inseminasi buatan, sel sperma pemenang dipilih oleh dokter atau petugas labolatorium. Jadi bukan dengan sistem seleksi alamiah. Di bawah mikroskop, para petugas labolatorium dapat memisahkan mana sel sperma yang kelihatannya sehat dan tidak sehat. Akan tetapi, kerusakan genetika umumnya tidak kelihatan dari luar. Dengan cara itu, resiko kerusakan sel sperma yang secara genetik tidak sehat, menjadi cukup besar.
2.  Belakangan ini, selain faktor sel sperma yang secara genetik tidak sehat, para ahli juga menduga prosedur inseminasi memainkan peranan yang menentukan. Kesalahan pada saat injeksi sperma, merupakan salah satu faktor kerusakan genetika. Secara alamiah, sperma yang sudah dilengkapi enzim bernama akrosom berfungsi sebagai pengebor lapisan pelindung sel telur. Dalam proses pembuahan secara alamiah, hanya kepala dan ekor sperma yang masuk ke dalam inti sel telur. Sementara dalam proses inseminasi buatan, dengan  injeksi sperma, enzim akrosom yang ada di bagian kepala sperma juga ikut masuk ke dalam sel telur. Selama enzim akrosom belum terurai, maka pembuahan akan  terhambat. Selain itu prosedur injeksi sperma memiliko resiko melukai bagian dalam sel telur, yang berfungsi pada pembelahan sel dan pembagian kromosom.


4 komentar:

D.D. mengatakan...

Inseminasi buatan boleh dikatakan merupakan salah satu teknologi di bidang reproduksi. Sejauh mana pelaksanaan inseminasi buatan ini dapat dipertanggungjawabkan secara moral baik terhadap Tuhan maupun terhadap masyarakat?

Fatimah mengatakan...

Apa kelebihan teknik DIPI dibanding teknik IUI? Ada yang bisa bantu?

Faizah Isnawati mengatakan...

Kalau menurut aku, inseminasi buatan dapat dibenarkan selama dilakukan oleh pasangan yang sah (sperma dari suami) dan tujuannya adalah untuk peningkatan kualitas hidup manusia.

Diah mengatakan...

Saya setuju dengan Mbak Faizah. Yang penting kita selalu ingat bahwa manusia boleh berencana dan berusaha tetapi Tuhan lah Maha Kuasa yang menentukan segalanya.

Posting Komentar